KOLOMRAKYAT.COM: KONSEL – Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Front Masyarakat Desa Wonua Kongga (FMWK) di Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, dan berujung pada laporan hukum, diduga dilatarbelakangi oleh kekalahan dalam Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) 2024. Hal ini diungkapkan oleh Agustinus, S.H., Ketua Forum Penggiat Desa Kecamatan Laeya.
Sejak menjelang Pilkades 2024, Kepala Desa Wonua Kongga terus-menerus dilaporkan oleh FMWK ke berbagai instansi, termasuk Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, Inspektorat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Dalam laporan tersebut menyoroti dugaan ketidaktransparanan dalam pengelolaan Dana Desa (DD), Dana Community Development (Comdev), dan Corporate Social Responsibility (CSR), bahkan sampai pada dugaan tindak pidana korupsi.
Agustinus menjelaskan, semua laporan tersebut telah ditindaklanjuti dan diproses sesuai aturan yang berlaku. Namun, FMWK dinilai tidak menerima hasil pemeriksaan dari Aparat Penegak Hukum (APH), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dan DPRD.
“Ini kan aneh. Mereka sudah melaporkan Kepala Desa ke berbagai pihak, tapi kesan yang diberikan FMWK seolah-olah APIP, APH, dan DPRD tidak bekerja maksimal. Mereka seakan lebih hebat dan pintar. Untuk apa melapor kalau instansi yang dituju sudah bekerja sebaik mungkin, tapi tidak dipercaya? Aneh dan lucu!,” ujar Agustinus, Sabtu (25/1/2025).
Lebih lanjut, Agustinus mengungkapkan bahwa tuduhan FMWK tentang ketidaktransparanan Kepala Desa Wonua Mekongga hanyalah opini.
“Mereka bilang Kepala Desa tidak transparan, tapi mereka sendiri tahu kegiatan dan besaran anggaran yang dikeluarkan. Ini unik dan lucu!, kalau tidak transparan darimana mereka dapat informasi dan data setiap anggaran kegiatan desa,” tegasnya.
Ironisnya, FMWK yang mengklaim aksinya untuk kesejahteraan masyarakat, justru menyegel Balai Desa – tempat musyawarah program pembangunan desa.
“Seharusnya, jika untuk kepentingan masyarakat, yang perlu diawasi adalah program-program yang dibutuhkan masyarakat, bukan menyegel Balai Desa. Di mana masyarakat akan bermusyawarah kalau Balai Desa disegel?,” tanya Agustinus.
Berdasarkan hal tersebut, Agustinus menduga kuat aksi FMWK didorong oleh kekalahan dalam Pilkades.
“Dugaan kami sangat mendasar. Pertama, penggerak aksi ini adalah para calon kepala desa yang kalah. Kedua, tujuan mereka jelas untuk menjatuhkan Kepala Desa dengan berbagai cara,” jelasnya.
Agustinus mengajak FMWK untuk menerima kekalahan dan memberikan masukan konstruktif kepada Kepala Desa terpilih.
“Jika tujuan mereka membangun desa, mereka harus membantu Kepala Desa, bukan menimbulkan perselisihan. Kepala Desa terpilih berarti masih diharapkan masyarakat,” tambahnya.
Ia berharap FMWK menyadari bahwa tindakan mereka telah menimbulkan kegaduhan.
“Menerima kekalahan dan memberikan masukan adalah solusi tepat, bukan dengan cara-cara seperti itu. Itu bukan sikap seorang pemimpin yang kesatria,” pungkas Agustinus.
Editor: Hasrul Tamrin