KOLOMRAKYAT.COM: MUNA – Impian masyarakat Desa Pola, Kecamatan Pasir Putih, Kabupaten Muna, untuk mendapatkan sertifikat tanah atas lahan yang telah mereka kuasai dan olah secara turun temurun, masih terganjal. Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Senin, 27 Oktober 2025.
Hadir dalam rapat ini Kanwil BPN Provinsi Sultra, BPN Muna, Balai Pemanatapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XXII Kendari dan perwakilan Aliansi Masyarakat Desa Pola Bersatu.
Kepala BPN Kabupaten Muna, Muhammad Ali Mustapah melalui Kepala Seksi Survei dan Pemetaan Rangga Yudha Pramata mengatakan, tanah yang dikuasai masyarakat dan dimohonkan untuk penyertipikatan melalui program PTSL pada tahun 2021 itu masuk dalam zona merah atau kawasan hutan produksi konversi (HPK).
“Pada tahun 2021 itu memang Desa Pola ini kami tetapkan sebagai lokasi kegiatan PTSL, tim pengukuran saat itu sudah melakukan pengukuran dan pemberkasan sekitar 100 bidang, tetapi setelah kami overlay dengan peta kawasan hutan ternyata seluruh bidang tanah yang kami ukur itu masuk dalam kawasan hutan produksi konversi (HPK),” kata Yudha saat dijumpai di kantornya, Rabu (29/10/2025).
Dia menyatakan, kewenangan BPN untuk proses sertipikasi itu hanya ada di Areal Penggunaan Lain (APL). Berbeda dengan lahan milik masyarakat itu, setelah diperiksa kembali (Crosscheck) tahun ini, tanah yang dimaksudkan itu statusnya belum berubah masih hutan kawasan.
“Sehingga proses permohonan sertipikasi masyarakat Desa Pola sampai saat ini belum dapat kami kabulkan, karena terkendala status kawasan itu,” terang Yudha.
Yudha melanjutkan, luas administrasi Desa Pola berdasarkan batas indikatif yakni 3.235,9 Ha, dimana kawasan hutannya seluas 2.499 Ha dan APL seluas 736,9 Ha. Artinya di Desa Pola ini areal putih yang dapat disertipikatkan hanya 22,77% dari total luas wilayah, dan menurut data peta pendaftaran di BPN sekitar 95% APL ini sudah memiliki sertipikat.
Dihadapan unsur pimpinan Komisi I DPRD Sultra, BPKH Wilayah Sultra, dan seluruh hadirin, terkhusus perwakilan masyarakat desa,
Yudha menyarankan agar seluruh pihak terkait bersama-sama mencari solusi. Ia mengusulkan kajian dan pertimbangan teknis secara berjenjang, serta upaya administratif untuk mengubah status tanah dari HPK menjadi APL, sehingga secepatnya dapat dilakukan penyertipikatan.
Untuk diketahui, hasil kesimpulan dari RDP ini adalah masyarakat Desa Pola melalui pemerintah desa untuk menyampaikan data indikatif penguasaan tanah oleh masyarakat dalam kawasan hutan yang secara prosedur dan teknis didampingi oleh BPKH Wilayah Sultra.
BPN Muna siap membantu inventarisasi dan identifikasi lapang sedangkan DPRD Sultra dalam hal ini Komisi I bersedia melakukan fasilitasi upaya penurunan status tanah ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta.
Laporan: LM Nur Alim











