Opini

Wisata Inklusif: Harapan Baru dari Puncak Sorombipi di Kolaka Timur

129
×

Wisata Inklusif: Harapan Baru dari Puncak Sorombipi di Kolaka Timur

Sebarkan artikel ini
Sumber: https://zonasultra.id)

Oleh:
Yola Lestari, dan Dr. Ir. Hasddin, S.Hut., M.P.W., IPM
(Mahassiwa dan Dosen Teknik Perencanaan Wilayah & Kota, Universitas Lakidende, Unaaha)

KOLOMRAKYAT.COM. Dunia pariwisata sedang bergerak menuju arah baru: pariwisata inklusif. Tidak lagi sekadar menampilkan panorama indah, wisata modern dituntut agar bisa diakses oleh semua kalangan, termasuk kelompok rentan dan penyandang disabilitas. Konsep ini lahir dari kebutuhan global akan pariwisata yang lebih adil, ramah lingkungan, dan memberi manfaat luas bagi masyarakat (World Tourism Organization, 2021).

Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) menekankan bahwa pariwisata inklusif berbasis ruang dan daya dukung alam akan menjadi perhatian besar di masa depan. Prinsip dasarnya sederhana: semua orang berhak menikmati keindahan alam tanpa hambatan. Oleh karena itu, desain universal dan fasilitas ramah difabel harus ditempatkan sebagai inti pengembangan produk dan layanan pariwisata berbasis alam (Perangin-Angin et al., 2023).

Di Indonesia, konsep ini mendapat legitimasi kuat. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, khususnya Pasal 16, menegaskan hak penyandang disabilitas dalam mengakses budaya dan pariwisata. Regulasi ini bukan hanya sekadar aturan di atas kertas, melainkan menjadi pijakan agar setiap daerah memastikan aksesibilitas wisata bagi seluruh masyarakat (Herdiana & Mursalim, 2022).

Mengapa Pariwisata Inklusif Penting?

Pariwisata inklusif tidak hanya sekadar fasilitas tambahan. Ia adalah bagian dari upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG nomor 11: menciptakan kota dan permukiman yang aman, inklusif, dan berkelanjutan (Saputra, 2022). Selain itu, pariwisata inklusif menjawab tren baru wisatawan dunia. Banyak turis internasional kini lebih selektif dalam memilih destinasi. Mereka mencari wisata yang tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan, keselamatan, serta akses untuk semua (Ismail et al., 2023).

“Pariwisata yang tidak ramah difabel akan ditinggalkan pasar global. Wisatawan internasional, terutama dari Eropa dan Amerika, sangat memperhatikan isu inklusivitas,” ungkap seorang pemerhati pariwisata dalam diskusi nasional (Arintyas, 2024).

Langkah yang bisa ditempuh untuk mewujudkan wisata inklusif di Indonesia meliputi: a) Meningkatkan kompetensi pengelola destinasi dalam melayani wisatawan dari berbagai kalangan; b) Melibatkan stakeholder (pemerintah, swasta, komunitas lokal) dalam pengelolaan; c) Menambah fasilitas CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environmental Sustainability) sebagai standar global; d) Menyediakan jalur dan peralatan khusus difabel, seperti kursi roda wisata, jalur landai, dan toilet aksesibel; dan e) Meningkatkan kesadaran penyedia wisata agar memahami kebutuhan wisatawan difabel (Rizkiya et al., 2023).

Baca Juga :  Pemahaman Informasi Geospasial Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Muna Barat: Sharing Session untuk Calon Pemimpin Muna Barat 2024-2029

Dengan langkah ini, pariwisata tidak lagi eksklusif untuk sebagian kalangan, melainkan benar-benar menjadi ruang bersama.

Sulawesi Tenggara dan Potensi Sorombipi

Provinsi Sulawesi Tenggara dikenal dengan ragam wisata alamnya: pantai, pegunungan, hingga hutan tropis. Salah satu destinasi yang tengah naik daun adalah Wisata Alam Puncak Sorombipi di Kecamatan Tirawuta, Kabupaten Kolaka Timur.

Puncak Sorombipi, dengan luas sekitar 35 hektare, sudah diperkenalkan sebagai Desa Wisata Hutan Pinus Sorombipi (HPS). Panorama perbukitan yang sejuk dan deretan pinus menjadikannya salah satu magnet baru pariwisata daerah (Antarafoto.com, 2023).

(Sumber: Photo by Putra – Tri Wanda (An’s)/ Google Maps)

Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur pun memberi perhatian serius. Melalui Perda Nomor 12 Tahun 2021 tentang RIPPARDA 2021–2041, Sorombipi ditetapkan sebagai destinasi prioritas. Dalam Pasal 19 ayat (3), Sorombipi disebut sebagai salah satu sasaran pembangunan daya tarik wisata alam sekaligus wisata buatan.

Wisata yang Sudah Mulai Berkembang

Sorombipi kini sudah memiliki fasilitas dasar, seperti: Spot foto panorama dan selfie favorit generasi muda; Gazebo untuk bersantai bersama keluarga; Fasilitas MCK; dan Jalur jalan setapak menuju puncak.

Menurut Dinas Pariwisata Kolaka Timur, jumlah kunjungan wisatawan pada 2023 mencapai sekitar 2.000 orang per bulan. Angka ini cukup tinggi untuk destinasi baru, menunjukkan Sorombipi punya daya tarik alami. Namun, untuk naik kelas ke pasar internasional, Sorombipi masih butuh lompatan besar: fasilitas ramah difabel, standar CHSE, dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan (Hadi & Widyaningrum, 2022).

Tren Global, Peluang Lokal

Menurut UNWTO, wisatawan Asia, Amerika, dan Eropa menyumbang 38,3% dari total kunjungan ke Indonesia (Saputra, 2022). Pasar inilah yang menjadi target strategis. Mereka cenderung memilih wisata alam yang ramah lingkungan dan inklusif.

Baca Juga :  Manajemen Resiko untuk Mencapai Tujuan Puasa

Artinya, bila Sorombipi menonjolkan diri sebagai destinasi inklusif, peluang untuk menarik wisatawan mancanegara terbuka lebar. Dampaknya akan terasa langsung: Ekonomi lokal tumbuh, karena wisatawan membelanjakan uang untuk akomodasi, kuliner, dan oleh-oleh; Lapangan kerja tercipta, mulai dari pemandu wisata hingga penyedia transportasi; dan Pendapatan daerah meningkat, melalui pajak dan retribusi wisata (Ismail et al., 2023).

Tantangan: Daya Dukung dan Kesesuaian Wilayah

Meski menjanjikan, pengembangan wisata inklusif tidak bisa sembarangan. Daya dukung wilayah harus jadi pertimbangan utama. Bila jumlah pengunjung melebihi kapasitas, ekosistem hutan pinus bisa rusak dan kenyamanan wisata terganggu (Aswirna et al., 2023; Istacahyani et al., 2024).

Beberapa studi juga menekankan pentingnya studi kelayakan. Wisata inklusif tidak bisa seragam; setiap daerah punya karakteristik unik (Leten et al., 2024). Untuk Sorombipi, perlu kajian tentang kapasitas lahan, ekologi, hingga kesiapan masyarakat lokal. Sayangnya, hingga kini belum ada penelitian khusus tentang wisata inklusif Sorombipi. Inilah “research gap” yang perlu diisi akademisi agar strategi pengembangan tidak salah arah (Perangin-Angin et al., 2023).

Sorombipi dan Harapan Masa Depan

Jika dikembangkan dengan tepat, Sorombipi bisa menjadi model wisata inklusif berbasis alam di Sulawesi Tenggara. Bayangkan sebuah destinasi hutan pinus di mana semua orang bisa menikmati panorama: Difabel naik ke puncak melalui jalur akses khusus; Lansia bersantai di gazebo tanpa hambatan; Anak-anak belajar lingkungan lewat program edukasi ramah usia; dan Wisatawan mancanegara merasa aman dengan standar CHSE.

Konsep ini bukan utopia. Dengan komitmen pemerintah daerah, dukungan masyarakat, dan riset akademis, Sorombipi berpeluang menjadi ikon wisata inklusif Indonesia.

Penutup

Pariwisata inklusif adalah masa depan. Dunia sudah bergerak ke arah itu, dan Indonesia punya peluang besar untuk menjadi pemain utama. Sulawesi Tenggara, melalui Puncak Sorombipi, memiliki modal alam dan dukungan kebijakan yang kuat.

Tantangannya memang tidak kecil: mulai dari infrastruktur, kesadaran pengelola, hingga studi daya dukung. Namun, peluang yang ditawarkan jauh lebih besar. Selain meningkatkan kunjungan wisata, pengembangan inklusif juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat, menjaga kelestarian alam, serta mengangkat citra Indonesia di mata dunia.

Baca Juga :  Pulau Bokori: Objek Wisata Indah yang Harus Dikelola Secara Berkelanjutan

Dengan strategi tepat, Puncak Sorombipi bisa dikenal bukan hanya sebagai hutan pinus nan indah, melainkan simbol “pariwisata ramah untuk semua.”

Referensi

Antarafoto.com. (2023). Wisata puncak pinus Sorombipi di Kolaka Timur. https://www.antarafoto.com/id/view/1984302/wisata-puncak-pinus-sorombipi-di-kolaka-timur (Diakses 2 Oktober 2024).

Aswirna, A., Wiyasha, I.B.M., & Suprapto, I.N.A. (2023). Analisis daya dukung lingkungan berbasis pariwisata berkelanjutan di Semara Ratih Delodsema Village, Kabupaten Gianyar (Environmental carrying capacity analysis based on sustainable tourism in Semara Ratih Delodsema Village, Gianyar Regency). Jurnal Ilmiah Pariwisata dan Bisnis, Vol. 2, No. 1, Hal. 145-157. https://dx.doi.org/10.22334/paris.v2i1.

Hadi, M. J., & Widyaningrum, M. (2022). Pemetaan Potensi Wisata, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Desa Wisata Pengadangan Barat, Kabupaten Lombok Timur. Journal of Tourism and Economic, 5(1), 32-45.

Herdiana, D., & Mursalim, S.W. (2022). Aksesibilitas Objek Wisata Bagi Wisatawan Penyandang Disabilitas di Kota Bandung. TOBA (Journal of Tourism, Hospitality and Destination), Vol. 1, No. 3, Hal. 122-124. DOI: 10.55123/toba.v1i3.785.

Ismail, H., Wahyudi E., & Puspaningtyas, A. (2023). Collaborative Governance Dalam Pembangunan Inklusif Wisata (Collaborative Governance in Inclusive Tourism Development). Jurnal Kebijakan Publik, Vol.14, No.2, Hal. 171-178. http://dx.doi.org/10.31258/jkp.v14i2.8260.

Istacahyani, I.A.M., Sunarta, I.N., & Sukewijaya, I.M. (2024). Kemampuan Daya Dukung Wisata dan Kepuasan Wisatawan di Nusa Lembongan. ECOTROPHIC: Jurnal Ilmu Lingkungan (Journal of Environmental Science), Vol. 18, No. 1, Hal. 84-99. http://dx.doi.org/10.24843/EJES.2024.v18.i01.p07.

Perangin-Angin, R., Tavakoli, R., & Kusumo, C. (2023). Inclusive tourism: the experiences and expectations of Indonesian wheelchair tourists in nature tourism. Tourism Recreation Research, Vol. 48, No. 6, Hal. 955–968. https://doi.org/10.1080/02508281.2023.2221092.

Rizkiya, P., Mahdy, M.R., & Fuady, Z. (2023). Pemenuhan Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas di Kawasan Wisata Jam Gadang dan Sekitarnya, Bukittinggi Sumatera Barat. Jurnal Serambi Engineering, Vol. 8, No. 4, Hal. 7010-7023.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!