Oleh:
*Osu Oheoputra Husen, *Hasddin, *Taufik, **Edy Abdurrahman Syahrir, ***Muh. Ismar, ***Muh. Ivan, ***Jei Akeo
*Peneliti dari Teknik Perencanaan Wilayah & Kota, Universitas Lakidende, Unaaha
**Peneliti dari Teknik Perencanaan Wilayah & Kota, Universitas Sulawesi Tenggara, Kendari
***Mahassiwa Teknik Perencanaan Wilayah & Kota, Universitas Lakidende, Unaaha.
KOLOMRAKYAT.COM. Kendari dan Baubau, dua kota utama di Provinsi Sulawesi Tenggara kini menghadapi ancaman lingkungan yang semakin nyata yakni Urban Heat Island (UHI) atau pulau panas perkotaan. Fenomena ini menggambarkan peningkatan suhu udara dan permukaan di wilayah perkotaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya akibat padatnya aktivitas manusia, perubahan tutupan lahan, dan berkurangnya area hijau alami (Fajary et al., 2024; Asfiya & Indah, 2024; Yadav & Singh, 2024; Jabbar et al., 2023).
“Kota-kota di Indonesia timur mulai menunjukkan gejala panas berlebih. Kendari dan Baubau adalah dua contoh nyata bagaimana urbanisasi yang tak terkendali mempercepat perubahan iklim lokal,” ungkap Dr. Hasddin, peneliti lingkungan dari Universitas Lakidende, Unaaha.
Fenomena ini bukan lagi isu global yang jauh dari keseharian, melainkan realitas lokal yang dirasakan masyarakat setiap hari — suhu siang yang menyengat, malam yang gerah, dan udara yang semakin sesak.
Urbanisasi yang Tak Terkendali
Sejak tahun 2015, laju urbanisasi di Sulawesi Tenggara meningkat rata-rata 4,2% per tahun, memperlihatkan ekspansi kota yang cepat namun kurang terkendali. Kota Kendari mengalami transformasi lahan paling besar, di mana 28% area berubah menjadi permukaan kedap air seperti beton dan aspal [Otto et al., 2024]. Perubahan ini mengurangi daya serap tanah dan vegetasi yang berfungsi sebagai penyeimbang termal alami.
Sementara itu di Baubau, ruang terbuka hijau kini hanya tersisa 12,3%, jauh di bawah standar nasional 30% sesuai UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pembangunan perumahan dan kawasan perdagangan baru mendesak ruang hijau, membuat kota semakin padat dan suhu permukaan tanah meningkat drastis.
Urbanisasi yang pesat di kedua kota ini belum diimbangi dengan pengendalian tata ruang dan regulasi lingkungan yang memadai. Pertumbuhan ekonomi berjalan cepat, namun keseimbangan ekologis semakin menipis.
Data Satelit: Dua Kota, Satu Pola Panas
Analisis citra Landsat 8 (2015–2023) menunjukkan kenaikan suhu permukaan rata-rata 2,8°C di Kendari dan Baubau. Zona panas tertinggi di Kendari ditemukan di kawasan Anduonohu dan Mandonga, sementara di Baubau titik panas dominan berada di pelabuhan dan Wolio.
Dampaknya nyata: konsumsi energi rumah tangga untuk pendinginan meningkat hingga 20%, dan kasus penyakit terkait panas seperti heatstroke serta gangguan pernapasan menunjukkan tren kenaikan.
Analisis Sentinel-2A juga memperlihatkan penurunan signifikan area hijau di koridor perkotaan utama, dengan distribusi panas yang berkorelasi kuat terhadap kepadatan bangunan dan permukaan kedap air.
Krisis Ruang Hijau dan Ketimpangan Ekologi
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin tinggi kepadatan bangunan, semakin intens pula fenomena UHI (Alwi et al., 2022). Di Kendari, degradasi lahan dan berkurangnya kemampuan vegetasi menyerap karbon memperparah suhu permukaan (Balaka et al., 2023; dan Hasddin et al., 2022a).
Sedangkan di Baubau, studi Boni et al., (2023) mencatat peningkatan emisi CO₂ dan konsumsi energi yang tidak sejalan dengan visi “Kota Hijau” yang digaungkan pemerintah daerah.
“Kendari dan Baubau tumbuh pesat, tetapi kehilangan karakter ekologisnya. Kita butuh tata ruang baru yang menyeimbangkan ruang ekonomi dan ruang hijau,” tegas Osu Oheputra Husen.
Kondisi topografi berbukit dan iklim tropis lembap khas Sulawesi Tenggara turut memperparah distribusi panas yang tidak merata. Ketimpangan antara dokumen RTRW dan implementasinya mempercepat degradasi kualitas lingkungan (Sukmajaya et al., 2021).
Kota Sedang (Berkembang): Tantangan Besar
Kota Kendari dan Kota Baubau sebagai kota sedang yang menjadi pusat pertumbuhan kawasan, menghadapi dilema klasik: pertumbuhan ekonomi versus keberlanjutan ekologis (Rostin et al., 2023; dan Hasddin et al., 2022b). Ekspansi industri, perumahan, dan infrastruktur sering kali mengorbankan kawasan vegetatif dan daerah resapan air.
Diperlukan strategi mitigasi berbasis data dan keadilan lingkungan. Kebijakan seperti regulasi bangunan hijau, zona ekologi (eco-zoning), dan pengendalian Floor Area Ratio (FAR) menjadi langkah krusial untuk menekan peningkatan suhu permukaan.
Tim peneliti dari Universitas Lakidende (Unilaki) dan Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra) kini mengembangkan model empiris kebijakan spasial-ekologis untuk mengukur efektivitas strategi tersebut dalam menurunkan suhu kota dan memulihkan kualitas lingkungan urban.
Solusi Inovatif: Integrasi Sains Spasial dan Kebijakan
Periset dari Unilaki dan Unsultra mengusulkan pendekatan lintas-disiplin melalui empat tahapan utama: Analisis spasial berbasis GIS dan citra Sentinel-2A untuk memetakan intensitas panas dan distribusi ruang hijau [12]; Evaluasi kebijakan tata ruang (RTRW) melalui analisis dokumen dan wawancara dengan dinas terkait serta komunitas masyarakat; Pemodelan prediktif berbasis Machine Learning (Random Forest) untuk mengidentifikasi faktor dominan penyebab UHI; dan Simulasi kebijakan dengan UrbanSim untuk menguji skenario peningkatan RTH, pembatasan kepadatan bangunan, dan pemberian insentif ekonomi hijau.
Hasil awal menunjukkan bahwa peningkatan RTH sebesar 15% dan pembatasan kepadatan bangunan dapat menurunkan suhu permukaan rata-rata hingga 1,2°C dalam 10 tahun.
Pendekatan ini menjembatani data ilmiah dengan kebijakan publik, menciptakan dasar kuat bagi perencanaan kota adaptif terhadap perubahan iklim.
Kebaruan Ilmiah dan Dampak Praktis
Jika banyak studi global fokus pada aspek teknis seperti cool pavement atau green roof, maka penelitian Kendari–Baubau menawarkan kebaruan berupa kerangka spasial–ekologis berbasis kebijakan yang relevan dengan konteks kota berkembang di Indonesia Timur.
“Mitigasi UHI bukan hanya soal menanam pohon, tapi membangun tata kelola ruang yang berpihak pada ekologi,” ujar Dr. Hasddin, Osu Oheoputra Husen dan Edy Abdurrahman Syahrir.
Penelitian ini memberi kontribusi akademik dan implikasi praktis bagi pemerintah daerah, perencana kota, serta masyarakat. Kendari dan Baubau dapat menjadi laboratorium hidup untuk pengembangan kebijakan kota hijau yang resilien di Indonesia bagian timur.
Jalan Panjang Menuju Kota Hijau
Kini, Kendari dan Baubau berada di persimpangan antara pertumbuhan dan kelestarian. Tanpa pergeseran kebijakan tata ruang menuju prinsip ekologi urban, fenomena pulau panas perkotaan akan semakin menurunkan kualitas hidup warga.
Namun harapan masih terbuka. Dengan integrasi data spasial, kebijakan adaptif, dan kolaborasi lintas sektor, kedua kota ini berpeluang menjadi pionir kota hijau resilien di Indonesia timur — kota yang bukan hanya tumbuh secara ekonomi, tetapi juga nyaman, teduh, dan tangguh menghadapi perubahan iklim.
Referensi
Alwi, L. O., Gandri, L., Hidayat, H., Tuwu, E. R.,Irawati, I., Bana, S., Fitriani, V., & Indriyani, L. (2022). Analisis spasial fenomena urban heat island menggunakan algoritma land surface temperature Kota Kendari. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 23(2), 109–118. https://doi.org/10.31172/jmg.v23i2.852
Asfiya, N., & Indah, F. P. (2024). Systematic Literatur Review: The Impact of Urban Heat Is-Land (Uhi) On Air Quality. Journal of Climate Change Society, 2(2). https://doi.org/10.24036/jccs/Vol2-iss2/38
Balaka, M. Y., Gamsir, G., Hasddin, H., & Kasim, S. (2023). Study of environment economics according to depletion and degradation values of utilization of natural resources in the regional economy. International Journal of Energy Economics and Policy, 13(6), 463–474. https://doi.org/10.32479/ijeep.14837
Boni, Y., Ariani, W. O. R., & Hasddin, H. (2023). Study of environmental economic performance according to energy use and CO₂ emissions, air quality, and government policies to achieve SDGs in Baubau City. International Journal of Energy Economics and Policy, 13(6), 452–462. https://doi.org/10.32479/ijeep.14857.
Fajary, F. R., Lee, H. S., Kubota, T., Bhanage, V., Pradana, R. P., Nimiya, H., & Putra, I. D. G. A. (2024). Comprehensive spatiotemporal evaluation of urban growth, surface urban heat island, and urban thermal conditions on Java island of Indonesia and implications for urban planning. Heliyon, 10(13), e33708. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2024.e33708
Hasddin, H., Muthalib, A. A., Ngii, E., & Putera, A. (2022a). The ability of green open spaces in greenhouse gas control to achieve green cities in Kendari City. International Journal of Energy Economics and Policy, 12(1), 327–331. https://doi.org/10.32479/ijeep.11980
Hasddin, H., Kasim, S., Mukaddas, J., Husen, O. O., & Aswad, N. H. (2022b). Eligibility of green city attributes and indicators for medium-scale cities to achieving sustainable cities: Case in Indonesia. Pakistan Journal of Nutrition Research, 13(S07), 4866–4881. https://doi.org/10.47750/pnr.2022.13.S07.606
Jabbar, H. K., Hamoodi, M. N., & Al-Hameedawi, A. N. (2023, November). Urban heat islands: A review of contributing factors, effects and data. In 3rd International Conference on Smart Cities and Sustainable Planning. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 1129(1), 012038. IOP Publishing. https://doi.org/10.1088/1755-1315/1129/1/012038
Otto, M., Mukaddas, J., Hasddin, & Jasman. (2024). Dinamika dan faktor penyebab perubahan tutupan lahan dengan citra satelit Landsat TM/ETM di Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari. Shell Civil Engineering Journal (SCEJ), 9(1), 35–45. https://doi.org/10.35326/scej.v9i1.6171
Rostin, R., Muthalib, A. A., Iswandi, R. M., Putera, A., Harafah, L. O. M., Aswad, N. H., Nur, M., Sutrisno, S., Koodoh, E. H., & Hasddin, H. (2023). Achievement of performance and evaluation of green city development indicators for sustainable cities (SDGs) in 2030. International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology (IJASEIT), 13(4). https://doi.org/10.18517/ijaseit.13.4.18243
Sukmajaya, F., Husen, O. O., Hasddin, H., & Haydir, H. (2021). Implementasi prosedur dan proses penyelenggaraan pemanfaatan ruang melalui instrumen IMB di Kota Tirawuta, Kabupaten Kolaka Timur. Shell Civil Engineering Journal (SCEJ), 6(1), 1–10. https://doi.org/10.35326/scej.v6i1.1295
Sultrainformasi.id. (2024). Fenomena equinox: Suhu panas akibat matahari tepat di atas khatulistiwa, BMKG beri penjelasan. Sultrainformasi.id. https://www.instagram.com/p/DAP-dUuSvbv/
Yadav, A., & Singh, J. (2024). A study on urban heat island (UHI): Challenges and opportunities for mitigation. Current World Environment, 19(1), 436–453. https://www.cwejournal.org.
**











