Oleh:
*Novian Dwi Andrian, *Dr. Ir. Hasddin dan **Dr. Ir. Jamal Mukaddas
(*Mahasiswa dan **Dosen Teknik Perencanaan Wilayah & Kota, Universitas Lakidende, Unaaha)
KOLOMRAKYAT.COM. Pulau-pulau kecil di Indonesia kerap dianggap surga tersembunyi dengan panorama alam yang menawan. Salah satunya adalah Pulau Bokori, yang terletak di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Pulau ini dikenal sebagai destinasi wisata bahari, menawarkan hamparan pasir putih, air laut biru kehijauan yang jernih, dan pemandangan matahari terbenam yang menawan. Kedekatannya dengan Kota Kendari, hanya sekitar 30 menit perjalanan darat ditambah penyeberangan laut yang singkat, menjadikan Bokori destinasi favorit bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Namun, pelestarian keindahan Bokori tidak dapat dicapai hanya melalui promosi pariwisata. Tantangan besar akan muncul jika pengelolaannya tidak berlandaskan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Tekanan pariwisata, pembangunan fasilitas tanpa pengelolaan lingkungan yang baik, dan ancaman perubahan iklim berpotensi menurunkan kualitas ekosistem pulau. Oleh karena itu, Pulau Bokori menjadi contoh nyata bagaimana sebuah destinasi wisata harus dikelola dengan keseimbangan antara manfaat ekonomi, pelestarian ekologi, dan pemberdayaan sosial budaya masyarakat setempat.
Pesona Alam dan Keunikan Pulau Bokori
Daya tarik utama Pulau Bokori adalah pantai berpasir putihnya yang membentang hampir di seluruh wilayahnya. Air lautnya yang bergradasi dari biru muda hingga biru tua menciptakan nuansa eksotis yang jarang ditemukan di daerah lain. Di sepanjang pantai, wisatawan dapat berenang, snorkeling, dan sekadar bersantai menikmati semilir angin laut.
Selain panorama laut, Bokori juga menawarkan pemandangan daratan yang unik. Pulau ini relatif datar, dengan vegetasi pantai yang didominasi pohon kelapa, cemara laut, dan tumbuhan pantai lainnya. Keunikan lainnya adalah deretan pondok wisata yang dibangun untuk menampung wisatawan. Meskipun fasilitas-fasilitas ini meningkatkan daya tarik wisata, sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, muncul keluhan mengenai pengelolaan sampah, ketersediaan air bersih, dan infrastruktur yang belum sepenuhnya ramah lingkungan.
Potensi Ekonomi dan Sosial bagi Masyarakat Lokal
Pulau Bokori tidak hanya berfungsi sebagai destinasi rekreasi, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi bagi masyarakat sekitar, terutama di sepanjang pesisir Konawe dan Kendari. Kehadiran wisatawan membuka beragam peluang usaha, mulai dari jasa transportasi perahu dan penyewaan peralatan snorkeling, penjualan makanan dan minuman, hingga penyediaan akomodasi sederhana.
Kegiatan pariwisata ini menciptakan efek pengganda yang signifikan bagi perekonomian lokal dan menyediakan sumber pendapatan alternatif bagi nelayan tradisional yang dapat mengembangkan jasa wisata bahari. Hal ini sejalan dengan pandangan Giampiccoli dan Mtapuri (2012) bahwa pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism/CBT) dapat memperkuat ikatan sosial-ekonomi sekaligus menjaga keberlanjutan destinasi.
Studi terbaru mendukung pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan. Hariyadi et al., (2024) menunjukkan bahwa desa wisata berbasis CBT di Indonesia telah terbukti meningkatkan pendapatan penduduk lokal dan menjaga keberlanjutan lingkungan melalui partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan.
Senada dengan itu, Putri et al., (2022) menemukan bahwa pengembangan desa wisata berbasis CBT di Setanggor, Lombok, menciptakan lapangan kerja lokal dan meningkatkan pendapatan masyarakat dari sektor perdagangan, akomodasi, dan jasa pariwisata. Temuan ini sangat relevan bagi Pulau Bokori, yang memiliki potensi serupa untuk menciptakan ekosistem pariwisata inklusif berbasis kemandirian masyarakat.
Lebih lanjut, penelitian Andjanie et al., (2023) menekankan bahwa partisipasi aktif masyarakat, pelatihan, dan kesiapsiagaan merupakan faktor krusial dalam memperkuat manfaat ekonomi dan sosial pariwisata berbasis CBT. Jika model ini diimplementasikan di Pulau Bokori, masyarakat tidak hanya akan menjadi penerima manfaat pasif, tetapi juga menjadi aktor kunci dalam menjaga keberlanjutan pariwisata berbasis kearifan lokal. Namun, potensi ini hanya dapat dipertahankan dengan tata kelola kolaboratif antara pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat. Tanpa pengelolaan yang tepat, ketergantungan pada pariwisata massal justru dapat menimbulkan ketimpangan sosial dan tekanan lingkungan yang mengancam keberlanjutan Pulau Bokori sebagai destinasi unggulan.
Tantangan Ekologis: Ancaman dari Aktivitas Pariwisata dan Perubahan Iklim
Seperti pulau-pulau kecil lainnya, Bokori memiliki ekosistem yang rentan. Aktivitas pariwisata yang tidak terkendali dapat menyebabkan degradasi lingkungan, misalnya:
- Kerusakan ekosistem pesisir akibat pembangunan fasilitas wisata yang tidak sesuai dengan peraturan zonasi lingkungan,
- Pencemaran sampah plastik yang seringkali tertinggal oleh pengunjung atau terbawa arus laut.
- Tekanan terhadap sumber daya air tawar yang sangat terbatas di pulau-pulau kecil, dan
d) Gangguan terhadap ekosistem laut, seperti terumbu karang, yang rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas snorkeling yang tidak terkendali.
Lebih lanjut, perubahan iklim global menambah tantangan baru. Meningkatnya suhu laut, erosi pantai akibat naiknya permukaan air laut, dan semakin seringnya badai tropis mengancam keberlanjutan pulau-pulau kecil. Menurut Yadav & Singh (2024), pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir merupakan yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan pemanasan perkotaan (baik panas perkotaan maupun gelombang panas laut), sehingga memerlukan strategi mitigasi yang adaptif.
Pentingnya Pengelolaan Berkelanjutan
Pengelolaan Pulau Bokori yang berkelanjutan hanya dapat dicapai jika strategi yang diterapkan benar-benar mempertimbangkan keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan masyarakat. Setiap pengembangan fasilitas pariwisata, misalnya, harus dirancang dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan daya tampung untuk menghindari tekanan berlebih pada ekosistem pulau. Hal ini sejalan dengan pendekatan perencanaan berkelanjutan yang cerdas, yang menekankan pentingnya mengintegrasikan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan (Jabbar et al., 2023).
Lebih lanjut, sistem pengelolaan sampah dan limbah terpadu juga menjadi prioritas, tidak hanya melalui penyediaan fasilitas yang memadai tetapi juga melalui edukasi kepada pengunjung tentang prinsip-prinsip mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang.
Peran masyarakat lokal juga krusial; mereka tidak boleh hanya menjadi penonton tetapi harus terlibat aktif dalam pengelolaan destinasi. Pendekatan pariwisata berbasis masyarakat (CBT) telah terbukti efektif di banyak destinasi di Asia dalam meningkatkan kesadaran lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (Giampiccoli & Mtapuri, 2020).
Lebih lanjut, Pulau Bokori berpotensi dikembangkan sebagai pusat edukasi ekowisata, misalnya melalui kegiatan konservasi seperti penanaman mangrove, pembersihan pantai, atau pemantauan terumbu karang, yang tidak hanya menjaga ekosistem tetapi juga meningkatkan daya tariknya. Upaya ini akan semakin diperkuat jika dibangun dalam kemitraan multipihak, atau Model Pentahelix, yang melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media, sehingga menghasilkan pengelolaan pariwisata yang lebih terstruktur, transparan, dan berkelanjutan.
Perspektif Masa Depan: Bokori sebagai Model Ekowisata Berkelanjutan
Jika dikelola dengan baik, Pulau Bokori memiliki potensi besar untuk menjadi model ekowisata berkelanjutan di Indonesia Timur. Potensi ini sejalan dengan visi pembangunan pariwisata nasional yang tidak hanya mengutamakan jumlah kunjungan wisatawan, tetapi juga kualitas pengalaman dan keberlanjutan lingkungan.
Bayangkan Bokori di masa depan: sebuah pulau kecil dengan fasilitas pariwisata ramah lingkungan yang terbuat dari bahan-bahan lokal, energi yang dipasok oleh panel surya, pengelolaan sampah yang sirkular, dan masyarakat lokal yang sejahtera yang menjadi penggerak utama ekowisata. Pengunjung tidak hanya akan menikmati keindahan alamnya, tetapi juga belajar tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam.
Dengan demikian, Pulau Bokori bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga laboratorium hidup bagi praktik pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir.
Penutup
Pulau Bokori merupakan permata wisata di Sulawesi Tenggara, yang menyimpan potensi luar biasa baik secara ekologis maupun ekonomis. Pantai-pantainya yang indah, airnya yang jernih, dan lokasinya yang dekat dengan pusat kota menjadikan Bokori destinasi wisata yang populer. Namun, pesona ini hanya akan bertahan jika pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip berkelanjuPula
Melalui strategi tata ruang berbasis ekologis, pengelolaan sampah yang baik, pemberdayaan masyarakat lokal, konservasi, dan kolaborasi multipihak, Bokori dapat menjadi contoh sukses bagaimana sebuah destinasi wisata kecil dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pariwisata, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan komitmen yang kuat, Pulau Bokori akan terus bersinar sebagai pulau yang indah dan dikelola secara berkelanjutan, yang tidak hanya bermanfaat bagi generasi saat ini tetapi juga generasi mendatang.
Referensi
Andjanie, I. F., Asyifa, N. ., Pratama, R. K., & Furqan, A. (2023). Strengthening Community Involvement: An In-Depth Exploration of the Community-Based Tourism (CBT) Approach in Lamajang Tourism Village, Bandung Regency. Jurnal Kepariwisataan Indonesia: Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Kepariwisataan Indonesia, 17(2), 182–205. https://doi.org/10.47608/jki.v17i22023.182-205.
Giampiccoli, A., & Mtapuri, O. (2012). Community-based tourism: An exploration of the concept(s) from a political perspective. Tourism Review International, 16(1), 29–43. https://doi.org/10.3727/154427212X13431568321500.
Hariyadi, B. R., Rokhman, A., Rosyadi, S., Yamin, M., & Runtiko, A. G. (2024). The Role of Community-Based Tourism in Sustainable Tourism Village In Indonesia. Revista De Gestão – RGSA, 18(7), e05466. https://doi.org/10.24857/rgsa.v18n7-038.
Jabbar, H. K., Hamoodi, M. N., & Al-Hameedawi, A. N. (2023, November). Urban heat islands: A review of contributing factors, effects and data. In 3rd International Conference on Smart Cities and Sustainable Planning. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 1129(1), 012038. IOP Publishing. https://doi.org/10.1088/1755-1315/1129/1/012038.
Putri, T. S., Mahmud, A., & Aminy, M. M. (2022). The impact of tourism village on the community’s economy of Setanggor village in Lombok Island, Indonesia. Journal of Enterprise and Development (JED), 4(1), 18–27. https://doi.org/10.20414/jed.v4i1.4719.
Yadav, A., & Singh, J. (2024). A study on urban heat island (UHI): Challenges and opportunities for mitigation. Current World Environment, 19(1), 436–453. https://www.cwejournal.org.











