KOLOMRAKYAT.COM: KENDARI – Guna mencegah dan meminimalisir terjadinya tindak pidana kekerasan seksual pada perempuan, Rumpun Perempuan Sulawesi Tenggara (RPS) menggelar sosialisasi Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Kampus Universitas Muhamadiyah Kendari, Jumat (8/12/2023).
Upaya tersebut selain dalam rangka kampanye peringatan 16 Hari Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKT) Tahun 2023 di Kota Kendari, juga sebagai langkah RPS Sultra mendorong pembentukan Satgas Anti Kekerasan Perempuan di kampus-kampus.
Direktur Rumpun Perempuan Sultra, Husnawati, mengatakan pembentukan Satgas Kekerasan Perempuan di lingkungan kampus sangat penting sebagaimana amanat dari Permendikbud nomor 30 tahun 2001, undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan perempuan, sehingga kampus wajib membuat Satgas Anti Kekerasan Seksual pada Perempuan.
“Kenapa itu harus dilakukan karena ternyata di kampus sangat tinggi angka kekerasannya, hanya dalam proses penyelesaiannya sangat tertutup dan korban jarang ada yang mau melaporkan,” katanya.
Husnawati menyebutkan, kekerasan perempuan di lingkungan kampus terjadi bukan hanya antar mahasiswa, melainkan antar mahasiswa dan dosen, bahkan antar dosen dengan atasannya kadang kala terjadi.
“Jadi penting ada Satgas di lingkungan kampus. Karena pemahaman anti kekerasan perempuan itu harus menjadi pemahaman bersama, seperti apa kekerasan perempuan itu, apa artinya, dan seperti apa bentuk pelecehan seksual itu,” terang wanita berhijab itu.
Khusus di UMK Kendari, dia mengungkapkan untuk pembentukan Satgas memang masih berproses. Saat ini sudah ada tim seleksi yang untuk pembentukan Satgas.
“Kami mengucapkan terima kasih terhadap UMK ini sudah melakukan komitmennya sebagai perguruan tinggi untuk memberikan rasa aman, nyaman di dalam perkuliahan yang terjadi di kampus,” kata Husna.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sultra, Hasmira Said mengatakan terkait TPKS harus ada pembentukan Satgas di kampus, yang kemudian ada tahap implementasi dan sosialisasi. Sehingga menjadi penting apa yang dilakukan oleh RPS supaya ada perlindungan terhadap mahasiswa UMK, termasuk semua civitas akademika yang terlibat.
“Yang paling rentan sebenarnya mahasiswa karena mungkin interaksi yang sering antara dosen dengan mahasiswa dalam hal pembimbingan. Jadi ini sangat penting untuk pembentukan satgas di perguruan tinggi ini,” papar Hasmira yang jadi pemateri dalam sosialisasi tersebut.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMK, ini menjelaskan belum ada kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual di UMK. Sejauh ini belum ada pihak atau korban yang melapor sehingga belum ada catatan kasus.
“Dengan melihat berbagai kejadian akhi-akhir ini, di lingkungan kampus memang penting adanya pembentukan Satgas kekerasan perempuan, yg harus diimplementasikan dan disosialisasikan. Kenapa ini penting supaya ada perlindungan terhadap mahasiswi-mahasiswi kita, termasuk civitas akademika,” tandasnya.
Laporan: Hasrul Tamrin