KOLOMRAKYAT.COM: Puluhan massa dari Komite Pemuda dan Mahasiswa Pemerhati Pendidikan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), di Jakarta, Jumat (16 Mei 2025).
Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap dugaan pelanggaran berat yang melibatkan Rektor Universitas Halu Oleo (UHO), Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu, mulai dari plagiarisme karya ilmiah, rekayasa pemilihan rektor, hingga lonjakan kekayaan yang dinilai tidak wajar.
Dalam aksi ini, massa membawa spanduk dan poster yang menampilkan wajah Zamrun dengan tanda silang merah dan tulisan-tulisan bernada kecaman.
Koordinator Lapangan, Amirudin, menyampaikan bahwa aksi ini digelar demi menyelamatkan dunia pendidikan dari praktik curang dan penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan kampus.
“Kami mendesak KPK untuk segera memeriksa harta kekayaan Muhammad Zamrun Firihu yang terus meningkat selama menjabat sebagai rektor UHO. Kami juga meminta Kemendikti mengambil alih sepenuhnya proses pemilihan rektor UHO periode 2025–2029 yang sarat pelanggaran,” tegas Amirudin, Jumat (16/5).
Dikatakan, di Kantor Kemendikti Saintek, Amirudin Cs diterima secara resmi oleh pejabat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) dan menyerahkan dokumen investigasi yang berisi tiga poin utama pelanggaran yang dituduhkan kepada Prof. Zamrun. Pertama, dugaan plagiarisme berdasarkan laporan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) tahun 2018, yang menyatakan Zamrun terbukti menjiplak karya ilmiah orang lain. Namun, rekomendasi tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti secara tegas oleh Kementerian.
Kedua, dugaan rekayasa dalam proses pemilihan rektor UHO periode 2025–2029. Dalam dokumen yang diserahkan, Komite mengungkap bahwa statuta universitas tahun 2025 disahkan tanpa persetujuan sah dari Senat. Selain itu, jumlah anggota senat diduga sengaja dikurangi dari 121 menjadi 49 orang demi membentuk senat yang loyal terhadap rektor petahana. Proses penyaringan tiga besar calon rektor juga dinilai tertutup dan tidak akuntabel.
Ketiga, terkait dugaan lonjakan kekayaan yang tidak sebanding dengan penghasilan Zamrun sebagai pejabat kampus. Dalam laporan LHKPN, harta Zamrun meningkat dari sekitar Rp3,6 miliar pada 2018 menjadi lebih dari Rp17 miliar pada 2023. Komite juga menunjukkan bukti visual aset berupa rumah mewah yang diduga belum tercantum dalam LHKPN, terletak di kawasan elite Anduonohu, Kota Kendari, dengan taksiran nilai mencapai Rp10 miliar.
Atas dasar itu, Komite menyampaikan sejumlah tuntutan resmi dalam aksinya, yakni:
- Menonaktifkan Prof. Muhammad Zamrun Firihu dari jabatan Rektor UHO;
- Menunjuk Pelaksana Tugas (Plt.) Rektor independen untuk mengawal pemilihan rektor;
- Meminta Kemendikti dan DPR membentuk tim investigasi dan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP);
- Mendesak KPK memeriksa LHKPN dan dugaan gratifikasi;
- Meminta pencabutan gelar guru besar Zamrun jika terbukti melakukan pelanggaran etik akademik;
- Memproses hukum dugaan kerugian negara akibat tunjangan jabatan selama dua periode kepemimpinan Zamrun;
- Meminta Presiden dan Menteri segera mengambil langkah hukum dan administratif.
Amirudin menegaskan, aksi ini bukan akhir dari gerakan moral yang mereka bangun. “Kami akan terus mengawal kasus ini. Dunia pendidikan harus diselamatkan dari pembusukan kekuasaan. Jika hukum tumpul ke atas, maka mahasiswa dan pemuda akan menjadi penjaga terakhir keadilan,” pungkasnya.
Aksi berlangsung tertib dan mendapat pengawalan dari aparat keamanan. Komite berkomitmen untuk terus memperjuangkan integritas akademik di UHO dan kampus-kampus lainnya.
Editor: Hasrul Tamrin