KOLOMRAKYAT.COM: KENDARI – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sarjono, menyatakan kekecewaan terhadap pihak-pihak yang mencatut nama organisasi PWI untuk kepentingan pribadi, khususnya dalam kasus viral terkait dugaan transaksi uang sebesar Rp100 juta rupiah, baru-baru ini.
Pernyataannya ketua PWI tersebut menyikapi adanya kasus yang mencuat melalui pemberitaan di sejumlah media massa, bahwa telah beredar sebuah foto yang menunjukkan bukti transfer uang senilai Rp100 juta dengan keterangan “Premi Syahbandar 20 Tongkang mar23.” Transaksi tersebut diduga sebagai setoran dari perusahaan tambang kepada kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Lapuko, Konawe Selatan.
Namun ironinya, Kepala KUPP Molawe, Nurbaya, yang dikonfirmasi awak media pada pemberitaan soal transaksi tersebut, justru menyebut nama Ketua PWI Kendari sebagai pihak yang dapat mengatur pertemuan dengan wartawan.
Namun, setelah dicek, nomor telepon yang diberikan oleh Nurbaya kepada media yang memberitakan justru bukanlah milik Ketua PWI Kendari atau PWI Sultra melainkan milik seseorang berinisial AS.
Hal tersebut memperkuat dugaan bahwa nama organisasi wartawan tertua di Indonesia itu yakni PWI dan Ketua PWI Kendari atau Sultra dicatut dalam kasus tersebut.
Sarjono, menegaskan bahwa PWI memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta kode etik yang harus dipatuhi dalam menjalankan roda organisasi maupun tugas jurnalistik.
“Saya tidak kenal dan tidak pernah bertemu, apalagi berkomunikasi dengan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Lapuko, Konawe Selatan,” kata Sarjono, saat dikonfirmasi awak media, Senin (25/11/2024).
Menurut Sarjono, mencatut nama organisasi untuk tindakan yang melanggar kode etik adalah bentuk pencemaran terhadap integritas PWI. Ia menegaskan bahwa semua kebijakan atas nama organisasi harus melalui proses musyawarah dalam rapat resmi.
“Ini adalah pembusukkan dan pencemaran terhadap organisasi dan kode etik jurnalistik,” ujarnya.
Sarjono mengingatkan bahwa kode etik jurnalistik adalah panduan bagi wartawan untuk bekerja secara profesional. Beberapa prinsip utama yang disebutkan Sarjono meliputi:
- Akurasi dan Kebenaran: Menyajikan informasi yang benar dan dapat dipercaya.
- Independensi dan Objektivitas: Bebas dari pengaruh eksternal.
- Menguji Informasi: Memastikan keabsahan informasi sebelum publikasi.
- Berimbang: Tidak mencampurkan opini menghakimi dalam fakta.
- Menghormati Privasi: Menjaga hak privasi narasumber.
- Tidak Menyuap: Menolak gratifikasi dalam bentuk apa pun.
- Tidak Menyalahgunakan Profesi: Tidak menggunakan profesi untuk kepentingan pribadi atau politik.
- Memperbaiki Kesalahan: Segera meralat berita yang keliru.
Sarjono juga meminta pihak-pihak yang menyebut namanya dalam isu tersebut untuk segera memberikan klarifikasi agar tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap profesi jurnalistik.
Sarjono berharap kasus ini segera diluruskan agar tidak mencoreng nama baik organisasi dan profesi wartawan.
“Profesi wartawan adalah profesi mulia yang mengabdi untuk kebenaran. Jangan ada yang mencemari profesi ini,” tutupnya.
Kasus ini menjadi peringatan penting bagi semua pihak untuk menjaga integritas profesi jurnalistik serta mematuhi kode etik yang ada.
Editor: Hasrul Tamrin
ini tampilan gambar iklan: ini tampilan gambar iklan: