KOLOMRAKYAT.COM: KENDARI – Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan (AMPLK) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengendus ada aroma dugaan korupsi pada proyek swakelola IPPKH Bendungan Pelosika, terletak diantara Kabupaten Konawe dan Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara, hingga melapor pada bagian PTSP Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Selasa (24 Oktober 2023).
Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim, mengatakan berdasarkan informasi yang dihimpun ada beberapa kejanggalan dalam pengerjaan proyek swakelola tersebut. Misalnya, dalam proses penganggaran yang berturut-turut.
“Kami menduga proyek swakelola IPPKH Bendungan Pelosika ini sudah pernah dianggarkan pada tahun 2020, lalu kenapa di 2022 dianggarkan lagi dengan rincian pekerjaan untuk tapal batasnya. Kemudian kenapa harus memakai rekening pribadi salah satu oknum staf di BPKHTL Wilayah XXII Kendari dalam proses pencairannya, kan ini aneh, seharusnya memakai rekening kantor,” katanya, kepada awak media usai melaporkan hal tersebut di Kejati Sultra, Selasa (24/10).
Ia menjelaskan, kegiatan tersebut bermula saat terjadi MoU antara Balai Wilayah Sungai IV Kendari selaku penanggungjawab anggaran dengan BPKHTL wilayah XXII Kendari sebagai pelaksana Swakelola. Dimana Swakelola tersebut berupa kegiatan fasilitasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pembangunan bendungan Pelosika dan sarana penunjangnya. Anehnya, ia mengungkapkan bahwa salah satu yang menjadi problem adalah temuan kelebihan alokasi anggaran.
“Biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut sebesar Rp269.909.100 rupiah, terdiri dari, supervisi penataan batas areal kerja yang dilaksanakan oleh BWS Sulawesi IV Kendari sebesar Rp179.021.600 rupiah, pengukuran batas sendiri sekaligus batas luar kawasan hutan yang belum pernah ditata batas, sepanjang lebih kurang 1.942,07 meter dengan rincian kegiatan inventarisasi trayek batas, pemancangan batas sementara dan identifikasi hak-hak pihak ketiga dan pemancangan batas definitif sebesar Rp. 90.887.500, dan Bukti pertanggungjawaban,” ungkap Alumni Hukum itu.
Berdasarkan data yang diperoleh AMPLK Sultra dari BPK RI ada temuan sisa anggaran dari kegiatan swakelola tersebut. Sesuai dengan data dari Kementerian Keuangan, realisasi belanja terkait pelaksanaan kegiatan penataan batas areal kerja adalah sebesar Rp352.049.549 rupiah, sehingga dengan demikian masih terdapat sisa sebesar Rp82.140.449, (Rp 352.049.549, Rp 269.909.100,), yang masih berada dalam tanggung jawab pemberi kerja.
Atas adanya selisih anggaran itu, AMPLK menduga ada oknum yang mempunyai kewenangan di BPKHTL Wilayah XXII Kendari yang bermain dengan anggaran tersebut.
“Kami duga ada oknum yang memiliki kewenangan di instansi tersebut yang kami duga bermain dan mendapatkan sisa anggaran tersebut, karena mereka yang memiliki kewenangan, dan berdasarkan data yang kami peroleh dari BPK RI ada sisa anggaran dari kegiatan Swakelola tersebut,” beber Ibrahim, Aktivis Pergerakan Sultra itu.
Dari rentetan dugaan itu, Ibrahim mengaku sangat menyayangkan sikap dan tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di lembaga negara itu, padahal jelas terpampang jelas tulisan spanduk di depan Kantor BPKHTL XXII Kendari yang menerangkan bahwa wilayah kantor tersebut masuk wilayah zona integritas, wilayah bebas bersih elayani (WBBM) dan wilayah bebas korupsi.
“Balihonya ZI, WBK dan WBBM dan bahkan info yang kami dapatkan sudah dua tahun belakangan ini, jangan hanya karena dugaan perbuatan salah satu oknum mencoreng instansi tersebut,” kesalnya.
Olehnya itu, AMPLK Sultra berharap kepada pihak-pihak yang kompeten atau penegak hukum pada bidang penindakan korupsi harus mengusut tuntas permasalahan ini, karena ada kerugian negara di dalamnya.
Selain itu, pihaknya meminta kepada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengevaluasi Kepala BPKHTL Wilayah XXII Kendari, pasalnya Pihaknya menduga oknum tersebut yang memiliki kewenangan selaku yang menandatangani MoU dan penanggung jawab atas kegiatan swakelola tersebut.
“Kami minta Kejati Sultra dapat memproses temuan BPK RI dan Dirjen KLHK dapat mengevaluasi Kepala BPKHTL Wilayah XXII Kendari atas adanya temuan tersebut, yang kami duga dapat mencoreng instansi yang dua tahun belakangan ini telah memperoleh Zona Integritas sebagai wilayah yang bebas bersih melayani atau WBBM dan Wilayah Bebas Korupsi atau WBK,” tegasnya.
Pihaknya juga kembali menegaskan bahwa akan mempressure terus aduannya hingga ada titik terang, apakah ini masuk korupsi atau bukan.
“Kita akan pressure terus dan dalam waktu dekat ini kita akan lakukan aksi demontrasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasipenkum Kejati Sultra Dody, menerangkan bahwa pihaknya telah menerima aduan dari AMPLK Sultra tersebut.
“Jadi tadi ada aduan di PTSP Kejati Sultra dari Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra, dan aduan itu sudah diterima,” katanya, kepada awak media di ruang kerjanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa langkah selanjutnya adalah terhadap pelaporan pengaduan tersebut akan diteruskan ke pimpinan untuk kemudian ditindaklanjuti. Jika sudah ditindaklanjuti akan dibuat telaah terkait aduan tersebut.
“Setelah itu kemudian diterbitkan sprintuk baru masuk puldata dan pulbaket, dan setelah memenuhi syarat-syarat akan ditindaklanjuti ke tahap berikutnya,” urai Dody menjelaskan tahapan alur pelaporan.
Kepala BPKHTL Wilayah XXII Kendari, Pernando Sinabutar saat dikonfirmasi terkait pengerjaan proyek Swakelola IPPKH Bendungan Pelosika, pihaknya mengatakan bahwa tahap pengerjaannya saat ini sudah dibatalkan.
“Ini sudah batal, termasuk ini, ini kerjaan orang-orang yang tidak bertanggung jawab karena sudah batal. Sudah dikembalikan semua ke negara. Itu bukan urusan BPKH, konfirmasi ke BWS. Tidak ada temuan BPK karena sudah dikembalikan semua,” katanya saat dikonfirmasi via WhatsApp, Selasa (24/10).
Selain itu ia juga menuturkan bahwa ada proses pengerjaan yang tidak pas sehingga anggarannya semua dikembalikan.
“Sudah dikembalikan semua, karena semua prosesnya tidak pas,” singkatnya.
Berbeda dengan Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari Agus Safari tidak mengetahui persis permasalahan Swakelola IPPKH bendungan tersebut.
“Konfirmasi ke PPK Tanah, karena ini pekerjaannya,” ujarnya saat dikonfirmasi via WhatsApp.
Terkait hal tersebut, PPK Bendungan Pelosika Arsamid Watadinata mengatakan Swakelola ini terkait supervisi tata batas kawasan, dan ini memang mesti diawasi oleh BPKHTL.
“Mereka juga yang menerbitkan, kan kalau berhubungan dengan lahan masyarakat kita selesaikan dengan masyarakat dan kalau soal kehutanan kita berurusan dengan BPKHTL,” jelasnya saat di wawancarai langsung.
“Itu memang kemarin ada laporan dari Inspektorat mereka (KLHK) ada yang tidak tertangani, tidak terdata, kan kalau swakelola mesti dibuat rekening tersendiri dan kemarin memang ada dana lebih tetapi mereka sudah kembalikan lewat PUPR, mereka minta kode Billing dan sudah kembalikan,” lanjutnya.
“Kita kan ini sebagai penyedia dana, mereka pelaksana, dan sebenarnya ini menurut mereka sudah dilaksanakan tetapi Inspektorat menganggap ini tidak dilaksanakan mereka sudah kembalikan semuanya termasuk semua dana itu baik kelebihan dan dana swakelola tersebut,” sambungnya lagi.
Ia juga menuturkan bahwa karena ada penilaian inspektorat BPKHTL Wilayah XXII Kendari mengembalikan ke negara.
“Di MoU juga tertera bahwa kami penyedia anggaran dan mereka sebagai pelaksana pekerjaan swakelola tersebut,” tutupnya.*
Laporan: Hasrul Tamrin
ini tampilan gambar iklan: ini tampilan gambar iklan: