KOLOMRAKYAT.COM: KENDARI – PT DSSP Power Kendari menjawab aspirasi Forum Kajian Pemuda Mahasiswa Indonesia (FKPMI) Sulawesi Tenggara yang menyoroti pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, yang ketergantungan dengan batu bara dan dorongan transisi energi dari batubara ke energi baru terbarukan (EBT), harus ada kajian lebih mendalam dan mengikuti regulasi ketentuan pemerintah pusat yang sudah ditetapkan.
Hal ini disampaikan perwakilan PT DSSP Power Kendari dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama FKPMI, Dinas ESDM Sultra, dan DLHK, pada Selasa, 9 September 2025, kemarin.
Aspirator dari FKPMI menyebut, energy batubara yang digunakan oleh perusahaan selama ini sebagai energi jahat yang semestinya tidak boleh digunakan lagi untuk kepentingan pembangkitan tenaga listrik karena berdampak pada lingkungan. Dan harus menyesuaikan dengan peraturan pemerintah Permen Nomor 12 tahun 2023 yang mendorong penerapan co-firing dengan biomassa sebagai langkah transisi menuju energi baru terbarukan (EBT).
Menanggapi hal tersebut, Eksternal Relation PT DSSP Power Kendari, Risal Akbar menyebut, pihaknya tidak menolak adanya penggunaan atau penerapan co-firing dengan biomassa pada operasional perusahaan, justru sangat mengapresiasi langkah pemerintah ini menuju energi hijau dan terbarukan.
Akan tetapi sebagai perusahaan swasta penerapannya menyerahkan secara penuh hal tersebut ke regulator yang sudah ada. Sebab, dalam Rencana Umum Pembangkit Tenaga Listrik (RUPTL) yang telah disahkan oleh Kementerian ESDM telah secara jelas tertulis dasar mengapa hingga kini PT DSSP Power Kendari belum beralih ke biomassa, termasuk regulator-regulator yang telah disepakati bersama dengan PT PLN Persero sebagai mitra strategis atau konsumen utama.
“Jika kami diminta harus melakukan uji coba penerapan biomassa ini, tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, konsekuensinya pula kembali kepada masyarakat karena menyuplai kebutuhan listrik kepada masyarakat di Sultra saat ini adalah DSSP Power Kendari,” kata Risal.
Menurut Risal, pada RUPTL tersebut, telah dijelaskan secara rinci bagaimana tahapan dan kriteria pembangkit yang dianggap fit dan proper untuk beralih ke biomassa.
“Ada beberapa kriteria, diantaranya supply and demand, studi kelayakan, dan keekonomian, namun tentu yang bisa menjawab ini dengan lebih rinci adalah dari regulator sendiri,” terangnya.
Selain itu, lanjut Risal, saat ini perusahaan dalam pengoperasian telah menggunakan teknologi PC Boiler sehingga secara teknis perlu perhitungan yang matang karena terkait dengan aspek keselamatan kerja.
“Bahan bakar yang selama ini digunakan juga tentu pasti harus digerus terlebih dahulu, otomatis kalau biaya pembangkitan kami naik bisa mengubah skema pembangkitan, karena butuh investasi yang lebih banyak lagi,” terangnya.
Peralihan dari batubara ke biomassa juga dinilainya akan membutuhkan waktu hingga 1 tahun dimulai dari tahapan studi, modifikasi, dan uji coba. Aspek lain yang dipertimbangkan pula adalah PT DSSP Power Kendari telah terikat kontrak dengan PLN.
Jika kemudian perusahaan mengabaikan aspek administrasi dan teknis, lalu secara sepihak beralih, apakah PLN mengizinkan untuk stop dalam durasi panjang ? mengingat saat ini ikut menopang beban kelistrikan di jaringan PLN.
Risal menjelaskan DSSP Power Kendari dan PLN telah terikat kerjasama Power Purchase Agreement dengan jangka 25 tahun dengan skema BOOT dan secara spesifik mempersyaratkan DSSP untuk menggunakan bahan bakar batu bara dengan kalori 4000 kCal.
“Sudah disebutkan dalam PPA bahwa DSSP Power harus menggunakan batu bara dengan kalori sekitar 4.000-an, jika kita melakukan perubahan sedikitpun harus melalui persetujuan PT PLN Persero mengingat skema pembangunan kami yaitu BOOT setelah investasi selesai maka unitnya diserahkan kepada PLN apakah mau. Intinya kami mengikuti regulasi yang ada,” pungkasnya.
Laporan: Hasrul Tamrin