KOLOMRAKYAT.COM: KENDARI – Menanggapi pernyataan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam, yang mengomentari kelayakan salah satu calon gubernur karena dianggap bukan “orang Sulawesi Tenggara”. Pernyataan ini, menurut Tim Hukum ASR-Hugua, Musafir, tidak hanya menyesatkan tetapi juga mencederai prinsip-prinsip demokrasi dan kebhinekaan yang selama ini dijunjung tinggi di Sulawesi Tenggara.
“Ini bukan pemilihan kepala suku, ini adalah pemilihan kepala daerah. Pernyataan tersebut jelas-jelas menyesatkan dan tidak mencerdaskan masyarakat,” tegas Musafir, Selasa (5/11/2024).
“Kita sebagai warga Sulawesi Tenggara patut mengedepankan ketokohan dan nilai-nilai kepemimpinan yang mumpuni dalam merebut hati rakyat, bukan dengan provokasi berdasarkan asal-usul atau kesukuan,” sambungnya.
Menurut Musafir, Sulawesi Tenggara adalah provinsi dengan latar belakang multietnis. Suku Tolaki, Buton, Muna, Moronene, Bugis, dan Bajo hidup berdampingan, membangun kerukunan dalam keberagaman.
“Sulawesi Tenggara ini kaya akan budaya dan suku, dan hal tersebut justru menjadi kekuatan kita sebagai provinsi yang maju dan inklusif. Prinsip kita adalah menghormati perbedaan, bukan merusak persatuan dengan narasi sempit kesukuan,” katanya.
Musafir AR mengungkapkan keprihatinan atas pernyataan yang dikeluarkan oleh mantan gubernur Bapak Nur Alam itu. Ia menegaskan bahwa syarat pencalonan kepala daerah adalah hak konstitusional dan tidak boleh dicampuradukkan dengan unsur kedaerahan atau kesukuan. Dalam konteks demokrasi modern dan di bawah bingkai negara kesatuan, setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam berpartisipasi dalam proses pemilihan, termasuk hak untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah tanpa diskriminasi.
“Kami menilai bahwa pendapat yang disampaikan Bapak Nur Alam terkait kelayakan seorang calon berdasarkan asal daerah sangat tidak mencerdaskan dan bahkan berpotensi menyesatkan masyarakat. Pernyataan seperti ini tidak hanya salah, tetapi juga bisa memecah belah persatuan di tengah-tengah masyarakat yang selama ini hidup dengan prinsip keberagaman dan saling menghormati,” ucapnya.
Ia menambahkan, sebagai provinsi yang dihuni oleh berbagai kelompok etnis seperti Tolaki, Buton, Muna, Moronene, Bajo, Bugis, dan etnis lainnya, Sulawesi Tenggara memiliki keragaman yang menjadi aset sosial dalam pembangunan.
Oleh karena itu, penting untuk mengedepankan prinsip inklusivitas, yang menjadi dasar dari semangat persatuan bangsa.
Menjaga Keragaman Etnis di Sulawesi Tenggara dan Menghormati Perbedaan
Musafir AR bilang, sebagai daerah multietnis, Sulawesi Tenggara telah lama menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan keberagaman. Pernyataan yang merendahkan calon lain berdasarkan asal-usul dianggap bertentangan dengan prinsip tersebut. Tim hukum ASR-Hugua menyampaikan bahwa keberagaman di Sulawesi Tenggara adalah kekuatan yang harus dijaga dan dilestarikan.
“Sulawesi Tenggara ini rumah bagi berbagai etnis, dan kita harus menghargai serta menghormati perbedaan tersebut. Dalam demokrasi, kita semua memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam membangun daerah ini. ASR-Hugua sangat memahami prinsip ini, dan oleh karena itu, mereka berkomitmen untuk membangun Sulawesi Tenggara dengan semangat inklusivitas,” terangnya.
Musafir juga menyoroti bahwa pemimpin daerah yang baik adalah pemimpin yang bisa merangkul seluruh masyarakat, tanpa memandang latar belakang kesukuan atau daerah asalnya. Dengan demikian, ASR-Hugua menawarkan visi pembangunan yang berfokus pada persatuan dan kesejahteraan seluruh rakyat Sulawesi Tenggara.
Hak Konstitusional yang Dijamin oleh Undang-Undang Dasar
Tim hukum ASR-Hugua juga menekankan bahwa hak untuk mencalonkan diri dan dipilih merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Dengan demikian, siapapun yang memenuhi syarat berdasarkan peraturan yang berlaku, memiliki hak untuk berkompetisi secara adil dalam pemilihan.
“Konstitusi kita menjamin bahwa setiap warga negara, tanpa memandang asal daerah atau suku, memiliki hak yang sama dalam pemilihan umum. Tidak ada yang boleh mendiskriminasi calon berdasarkan kedaerahan, karena itu bertentangan dengan semangat kebangsaan kita. Pernyataan seperti ini justru bertolak belakang dengan semangat kesetaraan yang menjadi dasar konstitusi kita,” sebut Musafir.
Ia menambahkan bahwa hak untuk mencalonkan diri adalah hak fundamental yang tidak bisa dikurangi atau dicabut oleh alasan yang tidak berdasar hukum. Tim hukum ASR-Hugua percaya bahwa hak setiap individu dalam proses demokrasi harus dijaga agar tetap transparan, inklusif, dan adil.
Elektabilitas ASR-Hugua yang Terus Meningkat: Indikator Kepercayaan Masyarakat
Musafir juga menyoroti tingginya elektabilitas ASR-Hugua sebagai bukti bahwa masyarakat Sulawesi Tenggara menginginkan perubahan yang diwakili oleh pasangan ini.
“Jika elektabilitas ASR-Hugua terus meningkat, itu artinya masyarakat Sulawesi Tenggara merindukan sosok pemimpin yang memiliki integritas dan visi yang jelas untuk pembangunan daerah,” ungkapnya.
Ia menyatakan bahwa dukungan masyarakat terhadap ASR-Hugua adalah tanda bahwa pasangan ini telah berhasil menyentuh hati rakyat melalui program-program unggulannya yang berfokus pada pemerataan pembangunan.
Tim hukum ASR-Hugua menilai bahwa saat ini masyarakat Sulawesi Tenggara sangat mengharapkan pemimpin yang berintegritas, mampu merangkul semua kalangan, dan memiliki program yang konkret untuk mengatasi berbagai tantangan daerah.
“ASR-Hugua hadir dengan visi tersebut, dan mereka yakin bahwa masyarakat Sulawesi Tenggara telah memberikan sinyal kuat untuk mendukung pasangan ini dalam Pilkada mendatang,” katanya.
Menolak Dominasi Keluarga dalam Kepemimpinan
Menegaskan pentingnya memberikan kesempatan kepada calon-calon baru untuk membawa perubahan di Sulawesi Tenggara. Menurut Musafir, masyarakat harus diberi ruang untuk memilih pemimpin yang benar-benar bisa membawa perubahan, bukan hanya pemimpin yang berasal dari lingkaran keluarga atau kelompok tertentu.
“ASR-Hugua berkomitmen untuk memberikan kesempatan pada regenerasi kepemimpinan di daerah ini. Kita harus membuka ruang bagi pemimpin-pemimpin baru yang memiliki visi untuk membangun Sulawesi Tenggara. Praktek kepemimpinan yang berulang dari satu keluarga ke keluarga lainnya harus dihentikan, karena demokrasi tidak hanya untuk segelintir orang. Demokrasi harus mencakup seluruh rakyat, dan inilah komitmen ASR-Hugua,” beber Musafir.
Dengan program yang fokus pada pemerataan pembangunan dan penghentian praktik oligarki, ASR-Hugua diharapkan mampu membawa Sulawesi Tenggara menuju perubahan yang lebih baik. Sulawesi Tenggara, yang terdiri dari berbagai etnis dan latar belakang, layak memiliki pemimpin yang bisa merangkul semua kalangan dan tidak terbatas pada satu kelompok saja.
Dalam kesempatan ini, Tim Hukum ASR-Hugua mengajak seluruh masyarakat Sulawesi Tenggara untuk berpikir lebih bijak dalam memilih pemimpin.
Mereka menekankan bahwa pemimpin yang baik adalah yang bisa menghargai perbedaan, memiliki visi yang jelas, serta mampu menghadirkan pembangunan yang merata. ASR-Hugua, dengan program unggulannya, siap untuk menjadi pemimpin bagi semua golongan tanpa memandang asal daerah atau latar belakang kesukuan.
“Kita harus menjaga demokrasi ini tetap inklusif dan adil. Mari kita memilih pemimpin berdasarkan kualitas, bukan berdasarkan asal-usulnya,” tutupnya.
Editor: Hasrul Tamrin
ini tampilan gambar iklan: ini tampilan gambar iklan: