KOLOMRAKYAT.COM: MUNA – Penanganan kasus dugaan pencabulan anak di Desa Matombura, Kabupaten Muna, inisial FR (16) memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Kepala Desa (Kades) Matombura, LU, dengan hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp5 miliar subsider 6 bulan penjara. Sementara itu, kasus serupa yang melibatkan mantan Kades Matombura, IL, masih mandek di Polres Muna.
Korban, FR (16), melaporkan LU pada 8 Januari 2024 (LP/B/01/I/2024/Sultra/Res Muna/Sek Bone). Sidang tuntutan terhadap LU telah digelar di Pengadilan Negeri Raha.
Diketahui, dalam kasus pencabulan tersebut terduga pertama yakni Kepala Desa (Kades) Matombura LU yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Muna, kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Muna.
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Muna, Bayu Nurhadi, membenarkan hal tersebut bahwa saat ini JPU sudah membacakan tuntutan terhadap terduga pelaku LU dipersidangan pengadilan negeri Raha, kemarin.
“Terdakwa dituntut pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan penjara, dikurangi masa tahanan, dan tetap ditahan. Ia juga diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp 75.748.000,” ujar Bayu saat ditemui di kantornya, Selasa (4/2/2025).
Bayu menjelaskan, sejak pelimpahan tersangka dan barang bukti (tahap 2) dari Penyidik Polres Muna kepada JPU dan sampai dengan saat ini proses persidangan, terdakwa masih ditahan. Dalam persidangan, untuk memperterang tuntutan dalam persidangan, JPU telah memeriksa delapan saksi.
Berbeda dengan kasus LU, kasus IL yang dilaporkan pada 22 Januari 2024 (STPLP/B/12/I/2024/SPKT/POLRES MUNA/POLDA SULTRA), masih dalam tahap penyelidikan di Polres Muna.
Kasat Reskrim Polres Muna, AKP. La Ode Arsangka, menjelaskan, saat ini kasus yang melibatkan IL masih dalam tahap penyelidikan, belum dinaikan ketahap penyidikan.
“Kasus masih dalam tahap penyelidikan, pengembangan saksi, koordinasi dengan Labfor, dan pemeriksaan ahli di Kendari. Setelah itu baru akan dikembangkan lebih lanjut,” ucapnya.
AKP Arsangka belum dapat memastikan kapan kasus IL akan tuntas. Ia menyatakan, penyelesaian kasus bergantung pada hasil pemeriksaan Labfor dan ahli.
“Setelah itu baru kita informasikan kembali perkembangannya,” tambahnya.
Perbedaan penanganan kedua kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang kecepatan dan efektivitas proses hukum di Kabupaten Muna. Kasus LU yang sudah sampai ke tahap tuntutan menunjukkan proses yang relatif cepat, sementara kasus IL yang sudah dilaporkan setahun lalu masih terhambat di tahap penyelidikan. Semoga kasus ini dapat segera diselesaikan secara adil dan transparan.
Laporan: LM Nur Alim
Editor: Hasrul Tamrin