KOLOMRAKYAT.COM: KENDARI – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara, diduga “main mata” dengan beberapa anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) terpilih, dengan meloloskan anggota yang tidak mengikuti prosedur hingga yang tercatat sebagai pengurus partai politik .
Pada tahun 2024 ini, masyarakat maupun penyelenggaraan Pemilu dihadapkan dengan pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak yang terdiri dari pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang tahapan dan jadwal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.
Untuk proses penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 ini, KPU RI memutuskan untuk pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) pada setiap daerah di Indonesia, yakni di kabupaten dan kota.
Terlepas dari itu tentunya dalam pembentukan PPK dan PPS ini harus sesuai dengan prosedur terbuka, transparan dan sesuai syarat mekanisme yang ditetapkan oleh peraturan dan/atau perundang-undangan.
Ironinya, pembentukan atau pemilihan PPS di Kecamatan Tiworo Utara dan Tiworo Kepulauan tidak sesuai mekanisme dan persyaratan, tapi justru Komisi Pemilihan Umum (KPU) Muna Barat meloloskan peserta yang tidak melalui mekanisme dan tidak memenuhi syarat.
Ketua Jaringan Advokasi Hukum dan Lingkungan Indonesia, Aslan Kopel, mengungkapkan bahwa ada dugaan kejanggalan dalam pembentukan PPK dan PPS di Kecamatan Tiworo Utara dan Kecamatan Tiworo Kepulauan, Kabupaten Muna Barat. Dimana pada Kecamatan Tiworo Utara, Desa Santigi, terdapat salah satu anggota PPS terpilih diduga kuat hanya melakukan pendaftaran, namun tidak melakukan tes CAT dan wawancara, tapi oleh KPU dinyatakan lolos.
“Padahal kalau kita lihat di dalam daftar pengumuman kelulusan peserta hasil CAT atau tes tertulis dan wawancara tidak ada nama Asir kenapa tiba-tiba di pengumuman akhir muncul nama itu. Baru anehnya lagi, dalam draf pengumuman namanya tidak dinomor, seolah-olah diselip diantara nama yang lain,” ungkap Aslan.
Kemudian, lanjut Aslan, di Kecamatan Tiworo Kepulauan, Desa Waumere, salah satu anggota PPS juga diduga merupakan anggota atau pengurus partai politik aktif. Hal ini tentu bertentangan dengan persyaratan untuk menjadi anggota PPS.
“Kenapa kemudian, persyaratan yang notabenenya dibuat dan ditetapkan oleh KPU sendiri tapi justru dilanggar sendiri pula, ini kan aneh KPU Muna Barat,” tanya Aslan dengan nada heran.
Kasus lain juga diungkapkan oleh Jaringan Advokasi Hukum dan Lingkungan di mana salah satu anggota PPK Kecamatan Tiworo Utara juga diduga merupakan anggota partai politik tercatat pernah menjadi daftar calon tetap (DCT) pada pemilihan calon anggota DPRD Muna Barat tahun 2019. Tapi, lagi-lagi KPU Muna Barat tetap meloloskan yang bersangkutan menjadi anggota PPK.
“Jadi benar bahwa kami menemukan ada beberapa persoalan pada pembentukan PPK dan PPS yang diduga tidak tranparan dan terbuka serta tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dimana ada salah satu anggota PPS yang tidak ikut tes CAT dan wawancara kemudian di nyatakan lulus dan bahkan ada yang termasuk dalam anggota partai politik, ini kan aneh yah,” ucap Aslan Kopel.
Menyikapi hal tersebut, Jaringan AHLI meminta kepada DKPP untuk memanggil KPU Mubar untuk dilakukan evaluasi atau sidang terkait dengan pelanggaran kode etik penyelengga Pemilu.
“Kami meminta kepada DKPP untuk memanggil KPU Mubar untuk di sidang karena diduga melanggar kode etik penyelenggara Pemilu,” tutupnya.
Sementara itu, Anggota KPU Muna Barat Kordiv SDM, Faisal, mengatakan anggota PPS di Kecamatan Tiworo Utara, Desa Santigi, merupakan hasil seleksi tambahan karena minimnya pendaftar.
“Terkait itu memang betul, karena kita kekurangan pendaftar PPS, maka mekanisme yang kita lakukan bekerja sama dengan pemerintah desa untuk mencukupi kekurangan yang satu itu,” katanya, saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler, Selasa (28/5/2024).
Dia menegaskan bahwa PPS yang direkrut itu sudah dipastikan tidak berafiliasi dengan partai politik maupun instansi lain di pemerintahan.
“Memang yang bersangkutan tidak ikut tes tertulis dan wawancara,” akunya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan terkait dengan anggota PPS yang berafiliasi dengan partai politik di Desa Waumere, Kecamatan Tiworo Kepulauan, sudah dipastikan bahwa yang bersangkutan tidak berpartai politik.
“Yang bersangkutan setelah kita cek di Sipol tidak ada, jadi tidak ada masalah,” ucapnya.
Sedangkan anggota PPK yang diduga pernah terdaftar menjadi daftar calon tetap (DCT), Faisal menyampaikan, kemungkinan yang bersangkutan bisa jadi dicatut namanya sehingga masuk dalam Sipol.
“Kalau yang lima tahun itu baru bisa di keluarkan dari Sipol itu kecuali pengurus partai, tapi kalau hanya DCT biasa tidak masalah, tapi kebanyakan juga ini PPS dicatut namanya di Sipol tanpa sepengetahuan yang bersangkutan,” terangnya.
Laporan: Hasrul Tamrin
ini tampilan gambar iklan: ini tampilan gambar iklan: